Salah satu kesulitan dalam kultur jaringan tanaman adalah kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan optimum sangat berbeda pada tiap spesies, sehingga tidak ada media yang dapat direkomendasikan untuk semua tanaman. Penelitian – penelitian yang intensif pada kultur jaringan selama 50 tahun terakhir telah banyak mengembangkan media, beberapa diantaranya telah digunakan secara luas dalam kultur jaringan saat ini. Media ini diberikan pada Tabel 12.1. Bahan kimia dalam media biasanya ditentukan, artinya hanya hara tertentu yang dimasukkan ke dalam media, atau media dapat juga mengandung bahan tambahan kompleks seperti air kelapa atau jus jeruk yang mengandung zat pengatur tumbuh.
I. Komposisi Media
Kultur Jaringan
1.
Hara anorganik
Ada
12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang
dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam
kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur.
Perbandingan 5 media pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa unsur esensial ini
dimasukkan pada masing – masing media tapi konsentrasinya berbeda karena
diberikan dalam bentuk yang berbeda.
2.
Hara organic
Tanaman
yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua
kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa
ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup
untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke
media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin,
piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
Selain
bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak
ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain –
lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.
Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti
dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
3.
Sumber karbon
Tanaman
dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup
mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media.
Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai
bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan
untuk tumbuh.
Biasanya
sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber
karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan.
Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan
fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
4.
Agar
Umumnya
jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan
menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi
agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar
menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke
tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal
harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu
pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab
komersial.
Gel
sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan
problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini,
produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan
campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus
mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan
mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental
untuk 1 L media.
5.
pH
pH
media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin
memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari
6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar
tidak dapat memadat.
6.
Zat Pengatur Tumbuh
Pada
media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas
tersendiri pada minggu 13.
7.
Air
Air
distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan
aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan
air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan
non-organik pada media.
II.
Pemilihan Media
Jika
tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog
1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi
dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman
dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1
– 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga
diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar,
IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit
ditentukan dalam kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu
melakukan penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan
digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan pertaman adalah dengan menggunakan
media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda. Lihat
table 1.
Tabel 1
Pendekatan eksperimental untuk memilih konsentrasi yang paling tepat dari BAP
dan NAA sebagai tambahan pada media MS berisi 2% sukrosa dan 0.8% agar,
Dimodifikasi dari Bhojwani dan Razdan (1983).
NAA (mg/L)
|
BAP (mg/L)
|
|||
0
|
0.5
|
2.5
|
5.0
|
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
0.5
|
5
|
6
|
7
|
8
|
2.5
|
9
|
10
|
11
|
12
|
5.0
|
13
|
14
|
15
|
16
|
Pendekatan kedua adalah dengan menggunakan metode yang lebih luas menurut deFossard (1976) diaman 4 kategori, mineral, auksin, organik dan sitokinin diuji masing – masing pada 3 konsentrasi. Percobaan yang besar ini memerlukan 81 perlakuan yang berbeda dan sangat menghabiskan waktu tapi mungkin diperlukan untuk beberapa tanaman yang sangat sulit dikulturkan.
III.
Persiapan Media
Media
yang paling banyak digunakan adalah Murashige dan Skoog (1962). Cara yang
paling mudah untuk menyiapkan media MS adalah dengan membeli prepacked media
yang banyak dijual secara komersial.
Berikut adalah
hal – hal penting yang mendasar dalam pembuatan media :
- Sebelum memulai, siapkan lembar media dan tentukan media apa dan berapa banyak yang akan anda buat. Tulis informasi ini pada lembar kerja dan periksa setiap langkah sambil anda bekerja. Tanda tangani dan tulis tanggal pada lembar kerja dan letakkan pada notebook. Anda dapat menuliskan komentar tentang apa saja yang tidak biasa atau penting yang terjadi pada saat anda membuat media.
- Cuci alat gelas dengan air destilata sebelum mulai menyiapkan media.
- Ukur kira – kira 90% dari volume akhir air destilata, misalnya 900 ml untuk volume akhir 1 liter, lalu masukkan ke dalam beaker.
- Jika anda akan memanaskan larutan, pastikan anda menggunakan alat tahan panas.
- Sambil mengaduk air, perlahan masukkan bubuk MS dan aduk hingga benar – benar larut. Cuci bagian dalam paket MS dengan air destilata untuk mengambil sisa – sisa bubuk dan masukkan ke larutan media.
- Masukkan bahan tahan panas lainnya – stok GM,myo-inositol, sucrose, BA, aduk rata.
- Atur pH media menggunakan NaOH, HCl, or KOH.
- Buat volume akhir media dengan menggunakan labu takar
- Jika menggunakan agar, masukkan ke dalam campuran media sebelum diautoklaf.
- Media harus selalu diautoklaf dalam wadah dengan ukuran 1 1/2 x atau 2x lebih besar dari volume media agar media tidak tumpah.
- Tuangkan media sesuai kebuthan sebelum diautoklaf atau sesudah diautoklaf, tergantung kebutuhan.
- Tutp wadah pada saat diautoklaf, tapi jangan terlalu erat, agar ada pertukaran udara.
- Media disterilisasi dengan mengautoklaf pada 1 kg/cm2 (15 psi), 121º C selama kurang lebih 30 menit. Volume yang lebih besar (200 ml atau lebih) mungkin memerlukan waktu yang lebih lama. Gunakan exhaust yang lambat.
- Biarkan media mendingin hingga 55º C sebelum menambahkan bahan – bahan yang tidak tahan panas (acetosyringone, claforan, kanamycin).
- Media dituangkan ke petri dish biasanya dengan volume 25 ml per petri. Ini akan menghasilkan sekitar 40 petri per liter media.
- Dinginkan media di dalam laminar. Jangan pindahkan petri yang telah diisi media sampai petri tersebut dingin.
- Simpan media yang sudah dingin di refrigerator.[1]
Menurut George dan Sherington
(1984) ada media dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama
penemunya, antara lain:
1. Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua macam tanaman terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.
2. Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain.
3. Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
4. Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.
5. Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.
6. Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.
7. Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.
8. Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lin-lain.
1. Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua macam tanaman terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.
2. Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain.
3. Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
4. Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.
5. Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.
6. Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.
7. Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.
8. Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lin-lain.
Berikut ini adalah perbandingan
komposisi beberapa media kultur jaringan, yaitu diantaranya:
1. Media Murashige & Skoog (media MS)
1. Media Murashige & Skoog (media MS)
Media MS
paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur,
merupakan perbaikan komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro dalam
media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum
digunakan untuk kultur
jaringan jenis tanaman lain Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3
dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N
total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau
Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan
sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya
dinaikkan sedikit. Pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, dikembangkan
media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media : 1. Lin
& Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS,
dan memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4
yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media
Lin & Staba, kemudian digunakan oleh Halperin untuk penelitian
embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh Bourgin &
Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan
1988) dalam penelitian kultur anther.
Modifikasi
media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988) untuk
kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan
NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et al (1978) mengubah
media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk
keperluan kultur
pucuk Bougainvillea glabra.
2. Media
Gamborg B5 (media B5)
Pertama
kali dikembangkan untuk kultur
kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan
media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan
suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh
bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur
lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini menggunakan
konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM
menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1 mM, Ca2+
antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg
et al, 1968).
3. Media Schenk & Hildebrant
(media SH)
Merupakan
media yang juga cukup terkenal, untuk kultur
kalus tanaman monokotil dan dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi
ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media
Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih
tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis
tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan,
tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk
pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman
tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman
legume.
4. Media WPM (Woody Plant Medium)
Dikembangkan
oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi
ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman
berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih
tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk
perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
5. Media Nitsch & Nitsch
Menggunakan
NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan jaringan tanaman
artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM,
menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan,
bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956
dalam Gunawan 1988).
6. Media Knop
Dapat juga
digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan
pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar
dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl
dan IAA (Dodds and Roberts, 1983)
7. Media White
Dikembangkan
oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan
bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur
tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F,
Ca, Hg dan S, pada media untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media
untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
8. Media Knudson dan media Vacin
and Went
Media ini
dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat
tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. S
Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM
NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek.
Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.
9. Media B5(Gamborg)
Dalam
metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya
media Murashige
dan Skoog (MS) dan Gamborg
(B5). Media B5 dikembangkan oleh Gamborg
et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali dikembangkan
untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah
dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur
kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi
seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur
lain.
Media ini
dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah,
karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel
kedelai. Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi
sampai 20 mM berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus
tembakau Konsentrasi fosfat yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+
antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM lebih mengutamakan kandungan ammonium
dibandingkan media MS.[2]
[1]
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-jaringan-tanaman/12-media-kultur-jaringan/
[2]
http://pesona-anggrek.blogspot.com/2012/06/media-tanam-kultur-jaringan.html
0 comments:
Post a Comment